Nasionalisme merupakan suatu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Nasionalisme sangat dibutuhkan bagi seluruh warga negara Indonesia, karena paham inilah yang dapat menjaga keutuhan negara. Rasa persatuan dan kesatuan hanya dapat terwujud ketika seluruh masyarakat memiliki rasa nasionalisme yang kuat. Tanpa memiliki rasa etnosentris yang berlebihan yang dapat memicu perpecahan. Namun sifat kedaerahan tersebut melebur menjadi satu dibawah payung nasionalisme.
Kami menyoroti nasionalisme kaum muda karena nasionalisme golongan mudalah yang saat ini sedang mengalami ancaman. Golongan muda sebagai penerus bangsa diharapkan memiliki rasa nasionalisme. Namun sebaliknya globalisasi dan westernisasi sangat mengancam nasionalisme golongan muda.
Semua ancaman tersebut harus dapat diminimalisir dengan berbagai cara. Karena bila dibiarkan secara terus menerus, dapat menggerus nasionalisme golongan muda dan hal itu dapat mengancam eksistensi NKRI.Nasionalisme
Nasionalisme berasal dari kata nation (Inggris) dan natie (Belanda), yang berarti bangsa. Bangsa adalah sekelompok masyarakat yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki hasrat serta kemampuan untuk bersatu, karena adanya persamaan nasib, cita-cita, dan tujuan.
Pengertian nasionalisme yang dihubungkan dengan perasaan kebangsaan telah dijelaskan oleh pemikir-pemikir seperti Joseph Ernest Renan (1823-1892) danOtto Bouwer (1882-1939). J.Ernest Renan yang menganut aliran nasionalisme yang didasarkan faktor kemanusiaan, mengemukakan bahwa munculnya suatu bangsa karena adanya kehendak untuk bersatu (satu suara persatuan). Sedangkan Otto Bouwer mengungkapkan bahwa perasaan kebangsaan timbul karena persamaan perangai dan tingkah laku dalam memperjuangkan persatuan dan nasib bersama. Keduanya berpendapat bahwa nasionalisme timbul karena faktor kemanusiaan, tetapi keduanya memberikan tekanan yang berbeda. Pertama, J. Ernest Renan menekankan faktor persamaan nasib, sedangkan Otto Bouwer menggariskan faktor persamaan nasib. Kedua, dengan perbedaan tekanan maka kesimpulan tentang nasionalisme juga berbeda. Menurut J. Ernest Renan, suatu bangsa timbul karena dorongan kemauan (contohnya bangsa Amerika Serikat); sedangkan Otto Bouwer, suatu bangsa timbul karena pengalaman penderitaan, kesengsaraan, dan kepahitan hidup yang sama. Contoh seperti nasionalisme di negara-negara Asia dan Afrika; timbul akibat persaman nasib sebagai bangsa yang terjajah.
Sedangkan Hans Kohn (1986), menyatakan bahwa nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Slamet Mulyana (1986) menyatakan bahwa nasionalisme adalah manifestasi kesadaran berbangsa dan bernegara atau semangat bernegara. Sejarawan Indonesia, Sartono Kartodirdjo menjelaskan nasionalisme sebagai fenomena historis timbul sebagai jawaban terhadap kondisi-kondisi historis, politis, ekonomi, dan sosial tertentu. Nasionalisme dalam taraf pembentukannya seperti masa-masa Pergerakan Nasional dihubungkan dengan unsur-unsur subjektif. Unsur-unsur itu dapat dilihat dengan adanya istilah-istilah: group counsciousness, we-sentiment, corporate will dan bermacam-macam fakta mental lainnya. Pada taraf ini nasionalisme belum memasukkan unsur-unsur objektif seperti territorial (wilayah), negara, bahasa, dan tradisi bersama.
Nasionalisme (dalam arti modern) untuk pertama kalinya muncul di Eropa pada abad ke-18. Lahirnya paham nasionalisme ini diikuti dengan terbentuknya negara-negara nasional atau negara kebangsaan. Pada mulanya terbentuknya negara kebangsaan dilatarbelakangi oleh fakor-faktor objektif seperti: persamaan keturuan, bahasa, adat-istiadat, tradisi, dan agama. Akan tetapi kebangsaan yang dibentuk atas dasar paham nasionalisme lebih menekankan kamauan untuk hidup bersama dalam negara kebangsaan. Sejalan dengan ini maka, rakyat Amerika Serikat tidak menyatakan bahwa mereka harus seketurunan untuk membentuk suatu negara, sebab disadari bahwa penduduk Amerika Serikat terdiri atas berbagai suku bangsa, asal-usul, adat-istiadat, dan agama yang berbeda. Begitu pula yang terjadi di Indonesia, masyarakat Indonesia menyadari bahwa negaranya terbentuk dari berbagai individu yang memiliki latar belakang yang berbeda, mereka berkumpul dan bersatu. Maka dari itu Indonesia disebut juga negara multikultur.
Dari beberapa pengertian nasionalisme diatas, maka dapat disimpulkan nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.
Fenomena yang Terjadi di Masyarakat
Setelah merumuskan beberapa konsep nasionalisme diatas, kami akan mencoba mengungkapkan fakta yang terjadi di masyarakat kaitannya dengan rasa nasionalisme masyarakat Indonesia terutama kaum pemuda.
Hasil perjuangan bangsa kita di masa revolusi adalah tercapainya kemerdekaan, yang berarti tercapainya cita-cita bangsa kita untuk memiliki kedaulatan. Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara merdeka. Sebelum kita mencapai kemerdekaan, bangsa kita hidup di bawah penjajahan asing. Kemerdekaan itu tercapai berkat perjuangan pahlawan-pahlawan yang mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi. Sedangkan hari sumpah pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober merupakan salah satu wujud nasionalisme dari kalangan pemuda. Yang mempunyai arti tekad dan persatuan, kesatuan dan rasa saling memiliki yang telah dipelopori oleh para pemuda sebelum kita merdeka. Kemerdekaan yang menjadi hak kita itu tidak akan membawa keuntungan jika kita tidak menjaganya dan tidak bekerja keras dalam pembangunan nasional. Kemerdekaan itu sesungguhnya hanyalah merupakan modal untuk membina bangsa yang sejahtera.
Kita sebagai pemuda harus bangga sebagai warga Negara Indonesia dan wajib mengisi kemerdekaan dengan pembangunan sesuai dengan kemampuan dan peran kita saat ini, tetapi kebanggaan yang ditonjolkan haruslah kebanggaan yang dapat dirasakan oleh seluruh bangsa. Jangan sekali-sekali menonjolkan prestasi suku ataupun golongan secara berlebih-lebihan agar tidak memperlemah persatuan nasional. Menggunakan bahasa daerah kepada golongan yang tidak mengerti bahasa tersebut adalah perbuatan yang sangat tidak bijaksana. Maka dari itu, sifat tenggang rasa demi kesetiakawanan nasional harus dipupuk terus-menerus khususnya kepada generasi muda, dengan cara membangun bangsa dan negara dengan wawasan nusantara. Dewasa ini hubungan antar bangsa sangat erat, untuk itu masyarakat utamanya generasi muda harus membuka diri dengan kebudayaan lain. Bangsa yang menutup rapat-rapat dirinya akan ditinggal oleh kemajuan zaman, akan ditinggal oleh kemajuan bangsa-bangsa lain. Dalam meletakkan masyarakat modern, usaha untuk menyerap masuknya modal asing, teknologi, ilmu pengetahuan, dan ketrampilan dari luar, akan terbawa pula nilai-nilai sosial dan politik yang berasal dari kebudayaan lain. Masuknya nilai-nilai kebudayaan lain ini akan makin deras mengalir sejalan dengan kebebasan dan keterbukaan.
Nasionalisme muncul dari kehendak untuk merdeka dari penjajahan bangsa lain serta persamaan nasib bangsa yang bersangkutan, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Ernest Renan, Otto Bauwer dan Petter Tomasoa. Namun di era modern konsep itu tidak lagi sepenuhnya bisa diterima. Gagasan nasionalisme awal hanya terpaku pada kehendak untuk merdeka atau “nasionalisme yang ingin memiliki negara”. Namun bila kemerdekaan sudah tecapai secara perlahan akan lenyaplah nasionalisme tersebut. Sepertinya hal itulah yang kini sedang menimpa kaum muda Indonsia. Nasionalisme kaum muda menglami erosi yang luar biasa. Berapa banyak kaum muda yang tau bahwa 10 November adalah hari pahlawan? Kalaupun ada yang tau, berapa banyak yang bisa memaknai hari pahlawan tersebut? Pasti tidak banyak. Karena kini rasa nasionalisme yang tumbuh di kalangan pemuda sudah mengalami pendangkalan makna. Daya kritis pemuda mulai luntur, diganti oleh kepentingan pragmatis kekuasaan. Mereka cenderung menjadi beban Negara, ketimbang sebagai asset yang senantiasa memberikan input konstruktif dan suri tauladan yang baik.
Bagi para pemuda nasionalisme hanyalah usaha membela bangsa guna mengusir penjajah. Seolah-olah bagi pemuda masa kini nasionalisme bukan sesuatu yang penting lagi. Nasionalisme hanya milik tentara dan mereka perlu memiliki rasa nasionalisme hanya disaat mereka hormat pada Bendera Sang Merah Putih pada saat upacara bendera hari Senin di sekolahnya. Semangat untuk berkorban, berbakti dan berjuang demi bangsa dan negara cenderung hilang, Karena mereka merasa sudah tidak ada lagi musuh yang mampu membangkitkan persatuan dan rasa kebangsaan. Mereka lupa bahwa setelah revolusi fisik di masa lalu, justru musuh-musuh bangsa semakin banyak dan beragam. Memang perjuangan tidak lagi sekedar dimaknai sebagai aksi memanggul senjata. Di era modern perjuangan lebih berat. Sebab musush tidak sekedar berasal dari luar, tidak nyata, bahkan boleh jadi sosoknya adalah diri kita sendiri. Musuh tersebut bisa berbentuk kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, kemalasan, ketidakrelaan untuk berkorban terhadap sesama atau berempati pada konsisi sosial dan lain sebagainya.
Eddy Setiawan, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (HIKMAHBUDHI), menilai degradasi nasionalisme dalam diri pemuda Indonesia kondisinya semakin parah karena belum adanya pembaharuan atas pemahaman dan prinsip nasionalisme dalam diri pemuda. Kegagalan meredefinisi nilai-nilai nasionalisme telah menyebabkan hingga kini belum lahir sosok pemuda Indonesia yang dapat menjadi teladan. Akibatnya peran orang tua masih sangat mendominasi segala sektor kehidupan berbangsa dan bernegara.
Eddy menilai runtuhnya nasionalisme tidak terlepas dari ekspansi tanpa henti dari pengaruh globalisasi. Bahkan saat ini, pemuda Indonesia seperti kehilangan akar yang kuat sebagai bagian dari elemen bangsa. Westernisasi terus menggerus nasionalisme, pemuda lebih enjoy clubbing sebagai salah satu budaya hedonis daripada berdiskusi mengenai nasionalisme. Perilaku kebarat-baratan sudah semakin parah menjangkiti pemuda utamanya pemuda yang menetap di kota. Bahkan sudah menjadi rahasia umum bila kini kebanyakan pemuda lebih bangga jika ia bisa dengan lancar mengucapan dan menyanyikan bahasa asing, padahal belum tentu ia bisa berkata menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai EYD. Yang lebih parah lagi belum tentu mereka dapat menyanyikan lagu kebangsaan atau lagu daerahnya masing-masing dengan lancar dan benar. Tergerusnya akar tradisi sebagai bangsa Indonesia akibat ekspansi globalisasi bisa menjadi ancaman besar bagi eksistensi NKRI.
Memang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa globalisasi saat ini sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya rasa nasionalisme dikalangan pemuda. Pengaruh tersebut meliputi pengaruh positif dan negatif. Globalisasi membawa pengaruh diberbagai segi kehidupan baik kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain-lain yang tentunya akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme khususnya generasi muda terhadap bangsa. Berikut ini pengaruh positif dan negatif globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme.
Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme:
- Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.
- Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
- Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.
Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme
- Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
- Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia
- Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagi kiblat.
- Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
- Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.
Pengaruh-pengaruh diatas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi memudar atau bahkan hilang. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda, sehingga pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh tersebut banyak menimbulkan para pemuda kehilangan kepribadian diri sebagai warga negara Indonesia. Yang paling utama mendapat serangan adalah kaum muda, karena kondisi psikisnya yang masih labil sehingga muda terpengaruh apalagi mengenai gaya hidup. Hal ini ditunjukan dengan gejala-gejala yang muncul dalam kehidupan sehari-hari anak muda jaman sekarang. Sebagai contoh, dari cara berpakaian banyak sekali pemuda yang mengenakan pakaian cenderung bercermin pada ke budaya barat yang jelas-jelas sangat bertolak belakang dengan budaya bangsa Indonesia. Selain itu, teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapapun. Jika digunakan semestinya tentu kita akan memperoleh manfaat yang sangat berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat dampak negatif. Dewasa ini dapat dilihat bahwa para pemuda yang merupakan generasi bangsa tidak bisa lepas dari internet atau alat komunikasi lainnya. Sehingga, menyebabkan banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek terhadap lingkungannya. Karena mereka cenderung lebih sering melakukan komunikasi melalui media dan jarang bertatap muka secara langsung, juga karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati. Jika pengaruh-pengaruh tersebut dibiarkan, maka dapat disimpulkan nilai nasionalisme dari para pemuda akan berkurang karena tidak adanya rasa cinta terhadap budanya bangsa sendiri dan tidak adanya rasa peduli terhadap lingkungan masyarakatnya.
Fenomena tersebut telah menjadi fakta, di dukung oleh berbagai kasus yang semakin merendahkan eksistensi pemuda dalam masyarakat. Berikut ini artikel yang menggambarkan merosotnya rasa nasionalisme di kalangan pemuda Indonesia.
Studi Kasus
Sebuah harian yang terbit di Jakarta (25/10/2009) melakukan survei terhadap pemuda (usia 16-30 tahun): 70% lebih senang berinteraksi sosial memperbanyak teman atau jaringan melalui dunia maya daripada dunia nyata, 24% memilih untuk bergabung dengan partai politik atau organisasi pemuda, dan 6% netral. Ini membuktikan pemuda-pemudi Indonesia lebih asik dengan dunia pribadinya dibandingkan memikirkan nasib negaranya. Padahal sebenarnya masih banyak hal yang berkaitan dengan masalah yang terjadi di bangsa Indonesia yang menjadi tanggung jawabnya.
Penyakit pemuda atau remaja lainnya adalah pornoaksi dan pornografi. Ditemukan lebih dari 50 video porn dibuat dan diedarkan di Indonesia. Kebanyakan video amatir hasil rekaman kamera ponsel. Dan parahnya sebanyak 90% pembuat video porno berasal dari kalangan anak muda.sisanya dari kalangan dewasa.Demikian hasil penelitian seorang Sony Set. Praktisi pertelivisian sekaligus penulis buku bertajuk “500 plus, Gelombang Video Porno Indonesia”.
Belum lagi aksi tawuran di kalangan remaja hingga premanisme di kalngan kampus. Hampir 75% pengguna narkoba adalah remaja (15-25 tahun). Dan seks bebas yang bebas berkeliaran di kalangan remaja.
Tanggapan dan Solusi
Hal ini terlihat jelas bahwa memang nasionalisme golongan muda sedang diuji. Budaya barat dengan mudahnya masuk dan mempengaruhi kepribdian bangsa. Apabila hal ini tidak segera ditangani secara serius maka kita tidak tahu bagaimana nasib bangsa Indonesia beberapa tahun mendatang ketika pemerintahan mulai dipegang para pemuda yang memiliki gaya hidup yang tidak sesuai bangsa yang ia pimpin.
Melihat berbagai fenomena tersebut, perlu adanya pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai nasionalisme dalam diri generasi muda Indonesia. Tantangan generasi muda saat ini berbeda dengan perjuangan kaum muda sebelumnya. Jika dulu nasionalisme generasi muda diarahkan guna melawan penjajahan, kini nasionalisme diarahkan dalam menyikapi kepentingan pasar global dan nasionalisme yang diusung untuk kepentingan negara.
Permasalahan yang tidak kalah pentingnya adalah era globalisasi yang terjadi diberbagai aspek kehidupan yang sangat mempengaruhi daya saing generasi muda. Sehingga generasi muda baik langsung maupun tidak langsung dituntut untuk mempunyai keterampilan, baik keterampilan praktis maupun keterampilan menggunakan tekhnologi tinggi agar ia mampu bersaing dalam menciptakan lapangan kerja atau mengembangkan jenis pekerjaan yang sedang dijalaninya. Generasi muda dituntut untuk mencermati kondisi masa kini, pemuda tidak boleh antipati dan tidak mengikuti perkembangan jaman. Pemuda harus senantiasa mengikuti kemajuan terlebih mengenai IPTEK, agar ia mampu bersaing di pasar global. Namun dalam usaha mengikuti perkembangan jaman tersebut harus tetap memilih dan menyaring mana hal-hal positif yang memang perlu dipelajari yang tentunya sesuai dengan kebudayaan Indonesia dan mana hal-hal yang kurang penting sehingga harus segera dijauhi.
Pemuda Indonesia harus memiliki sikap selektif terhadap pengaruh globalisasi yang terjadi di Indonesia. Gaya hidup materialis, hedonis, individualis dan sekuler yang tidak sesuai dengan norma timur (norma Indonesia) sebaiknya dihindari. salah satu ciri globalisasi adalah segala sesuatu dengan cepat dapat mendunia. Tentu saja yang baik kita ambil dan yang buruk harus kita hindari. Sayangnya kebanyakan orang menganggap bahwa segala sesuatu yang berasal dari negara maju bersifat modern dan baik untuk ditiru. Apalagi begitu gencarnya negara maju mempengaruhi negara-negara berkembang , melalui media massa seperti televisi dan internet. Disinilah perlu kecerdasan pemuda untuk memilih mana yang baik dan yang buruk. Tentu saja ukurannya adalah norma masyarakat dan hukum yang berlaku di Indonesia.
Hal itu dapat juga dilakukan dengan cara penanaman modal sosial. Modal sosial disini dapat diwujudkan berupa materi atau alokasi APBD kepada para pemuda yang sekiranya belum memiliki pekerjaan. Kegiatan tersebut dapat berupa pelatihan atau pengajaran skill misalnya mengenai cara membuat sesuatu, cara berkomunikasi dengan baik, kiat sukses dll. Agar modal anggaran dari pemerintah tersebut dapat dimanfaatkan semaksimal mungin. Dan modal yang terakhir yang tidak kalah pentinya adalah berupa tempat. Dimana para pemuda dapat menjual atau memasarkan hasil ide dan kreatifitasnya.
Namun kita tidak bisa begitu saja menyalahkan para pemuda, mungkin hal itu bisa terjadi akibat rasa kecewanya terhadap pemeritah Indonesia yang mereka anggap kurang adil dan transparan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di Indonesia. Seperti halnya yang terjadi di Banda Aceh beberapa bulan yang lau. Antropolog dari Universitas Maikulsaleh Lhoksumawe, Teuku Kemal Fasya, menilai rasa nasionalisme generasi muda Aceh secara formal mulai mengalami penurunan. Itu karena rasa luka dan taruma masa lalu yang dilakukan pemerintah pusat terhadap daerah itu. Beberapa tahun lalu, Aceh pernah diperlakkan tidak adil oleh pemerintah pusat, padahal kontribusi daerah ini sangat besar terhadap Republik Indonesia. Sejak dari merebut kemerdekaan, membeli pesawat udara untuk perjuangan Indonesia hingga hasil bumi Aceh yang dikeruk oleh pusat. Namun umpan balik yang diterima Aceh adalah ketidakadilan dan hadirnya operasi militer ke Aceh.
Banyak para pemuda Indonesia yang merasa pemerintah Indonesia sering menggunakan kekuasaanya hanya untuk kepentingannya sendiri, bukan sebagai tugas suci untuk mensejahterakan masyarakat. Banyak pemuda yang merasa kecewa akan hal itu dan akhirnya bersikap antipati terhadap keadaan bangsanya. Mereka cenderung berfikir meskipun ia telah berupaya dan melakukan banyak hal mengenai kelangsungan pemerintahan Indonesia, namun kadang aspirasinya tersebut kurang ditanggapi pemerintah. Dan kebijakan yang tersusun hanya berdasar dari hasil pemikiran pemerintah saja.
Selain itu kekecewaan terhadap pemeritah terbentuk akibat kerja pemerintah yang dirasa lamban dalam menangani persoalan hidup yang sedang menjamur di bangsa ini. Antara lain lambannya pembenahan kembali wilayah yang tekena bencana alam, misalnya saja kasus Lumpur Lapindo yang menyeabkan sebagian Jawa Timur lumpuh total akibat lumpur panas, rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat ditambah lagi dengan banyaknya rakyat miskin dan anak yatim piatu yang kurang mendapat perhatian, kasus narkoba, buruknya layanan kesehatan serta minimnya alokasi dana dari pemerintah yang hanya 2,6%, pemerintah yang tidak bisa mendongkrak pendidikan di Indonesia walaupun sebenarnya anggaran pendidikan adalah anggaran paling besar dari semua sektor. Kualitas pendidikan Indonesia yang buruk menjadikan Indonesia urutan 112 di dunia. Banyaknya kasus yang tidak terselesaikan memperlihatkan lemahnya hukum di Indonesia, serta yang paling parah adalah semakin maraknya KKN dikalangan penerima “amanat rakyat”.
Nasionalisme akan tumbuh jika ditopang oleh harapan, tujuan dan keyakinan serta cita-cita hidup yang diperjuangkan bersama. Image penjajahan tidak selalu bersifat fisik, penjajahan juga bisa bermakna mental. Penurunan nasionalisme dapat dijawab melalui strategi kebudayaan dari berbagai etnis dan suku sebagai landasan dalam melakukan modernisasi ala Indonesia. Generasi muda di semua daerah dituntut agar tidak mengedepankan kepentingan yang bersifat kedaerahan, dengan begitu kesejahteraan dapat diciptakan secara berasma-sama. Hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab pemuda saat ini, yaitu sebagai pencipta kesejahteraan dan keadilan yang diperjuangkan secara bersama-sama.
Upaya membangkitkan rasa tersebut lebih mudah jika ditopang persamaan sifat, harapan maupun cita-cita. Dengan menatap kondisi sosial Indonesia, agaknya tidak sukar menduga bahwa musuh utama dewasa ini adalah kemiskinan dan ketidakadilan. Untuk itu kembali dibutuhkan peran pemeritah pusat, misalnya mengusahakan distribusi pembangunan yang merata ke semua daerah agar tidak tumbuh semangat etnosentrisme dalam generasi muda. Nasionalisme harus mampu meruntuhkan sikap-sikap membanggakan dan menganggap golongannya adalah yang paling baik. Mampu meruntuhkan komunitas-komunitas berdasarkan agama, etnis, suku dan identitas lainnya. Semua merasa sepakat untuk menjadikan ‘tiga jimat’ yang diproklamasikan pada 28 Oktober 1828, yakni “satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa”, sebagai perekat dan pemersatu perjuangannya. Identitas tidak lagi tampak dan dijadikan pedoman penghayatan persatuan, namun semua identitas masing-masing dileburan dan dijadikan satu identitas yang bernama Indonesia.
Nasionalisme dapat dipupuk kembali dalam momentum-momentum yang tepat seperti pada peringatan sumpah pemuda, hari kemrdekaan, hari pahlawan dan hari besar besar nasional lainnya. Guru maupun dosen yang tulus mengajar dengan baik dan dengan ikhlas menuntun para siswa hingga mampu mengukir prestasi yang gemilang , pelajar yang belajar dengan sungguh-sunggh dengan segenap kemampuannya demi nama baik bangsa dan negara, cinta serta bangga tanpa malu-malu menggunakan produk-produk dalam negeri demi kemajuan ekonomi negara. Karya seni seperti menciptakan lagu-lagu yang berslogan cinta tanah air, melukis, seni peran yang bertajuk semangat juang untuk negara dll juga dapat digubakan sebagai media penggugah nasionalisme.
Proses internalisasinya sendiri, harus dilakukan sejak dini melalui pendidikan sekolah. Untuk anak-anak kecil, salah satu cara yang paling efektif adalah melalui lagu. Sungguh menyedihkan saat ini , pengajaran lagu-lagu perjuangan di sekolah sepertinya kurang diperhatikan. Dan sebagai akibatnya, anak-anak usia dini jaman sekarang justru cenderung hafal lagu-lagu orang dewasa, bahkan biasanya disertai dengan goyangan yang belum sepantasnya mereka lakukan.
Tampaknya bangsa Indonesia harus segera mengikuti jejak Prancis dalam hal penanaman sifat nasionalisme pada warga negaranya. Di Prancis pendidikan kewarganegaraan masuk kedalam Scole Commun (bersama matematika dan bahasa Pransis). Dan diajarkan sampai tingkat sekolah menengah atas. Socle Commun merupakan mata pelajaran yang kualitasnya dijamin penuh oleh pemerintah, bahkan dianggap salah satu bentuk perjanjian antara pemerintah dengan masyarakat. Maksudnya apabila seseorang telah lulus dari mata pelajaran kewarganegaraan, pemerintah menjamin selain telah memahami sitem ketatanegaraan, mereka juga memehai hak dan kewajiban sebgai warga negara, memahami prinsip-prinsip hukum dan konsekuensinya (kognitif), mampu melaukan kegiatan demokrasi, dan yang paling penting dijamin akan berperilku sebagai warga negara yang baik (afektif)
Kesimpulan
Nasionalisme berasal dari kata nation (Inggris) dan natie (Belanda), yang berarti bangsa. Bangsa adalah sekelompok masyarakat yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki hasrat serta kemampuan untuk bersatu, karena adanya persamaan nasib, cita-cita, dan tujuan. Sedangkan nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.
Yang terjadi saat ini, nasionalisme masyarakat Indonesia mulai terkikis akibat pengaruh globalisasi yang semakin deras. Pengaruh tersebut dirasa dalam berbagai aspek kehidupan mulai dari ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya. Utamanya globalisaasi sangat mengancam kaum muda karena kondisis psikis kaum muda terbilang masih labil sehingga mudah mendapat pengaruh dari luar. Hal itu bisa dilihat dari gaya hidup sebagian besar pemuda yang cenderung kebarat-baratan. Mereka kurang sadar akan ancaman tersebut dan kurang menganggap penting nasionalisme. Daya kritis pemuda Indonesia mulai luntur dan diganti dengan kepentingan pragmaatis kekuasaan. Dan masih banyak lagi dampak negatif globalisasi yang mengancam nasionalisme kaum muda. Kita tahu bahwa pemerintahan Indonesia akan dilanjutkan oleh kaum muda tersebut dan dapat dibayangkan bagaimana nasib bangsa jika di pimpin dengan pemuda yang kurang paham mengenaai jati diri bangsa.
Ada berbagai cara guna meminimalisir berbagai ancaman tersebut. Antara lain dengan penanaman nasionalisme sejak dini, misalnya dengan pengenalan lagu-lagu daerah dan aneka ragam budaya Indonesia yang diajarkan kepada anak-anak sejak mereka duduk di bangku TK. Globalisasi yang deras tidak harus serta merta ditolak, namun harus melalui berbagai penyaringan, karena kita tahu globalisasi tidak hanya membawa dampak negatif melainkan juga dampak positif. Pemuda Indonesia harus memiliki sifat selektif. Pengaruh yang membawa dampak positif, dirasa penting dan sesuai dengan kebudayaan bangsa bisa diterima dan diterapkan, namun budaya asing yang dirasa kurang penting apalagi tidak sesuai dengan kepribadian bangsa harus segera dihindari. Selain itu Pemerintah Indonesia juga sangat berkontribusi mengenai masalah ini, pemerintah harus mengikut sertakan pemuda dalam berbagai kegiatan, agar para pemuda tersebut merasa ikut andil dalam rangka mengisi kemerdekaan. Pemerintah juga harus bersikap adil dan transparan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di Indonesia, agar pemuda tidak memiliki rasa kecewa terhadap pemeritahan Indonesia yang dapat menimbulkan perasaan antipasti terhadap bangsa.